Kalau sering mendam emosi atau rasa jengkel entah pada siapapun atau bahkan pada keluarga sebagiknya hati-hati deh. Kenapa? Antara memendam emosi dan penyakit sangat berhubungan erat, aku sendiri merasakan hal itu. Mungkin ada yang juga merasakannya? Efek memendam emosi itu bisa menimbulkan beragam penyakit. Sama-sama memendam emosi bisa aja jenis penyakit yang diderita tak sama. Misal antara aku dan masku. Ceritanya waktu kecil aku sering diam memendam emosi karena merasa tertekan dalam keluarga (dari orangtua).
Aku gak betah di rumah, jadi sering main sampai sore. Aku bisa ceria ketika diluar rumah tapi ketika kembali di rumah sudah beda lagi, cinderung emosian. Dan lama-lama aku jadi pendiam yang suka keheningan, tapi saat itu aku biasa melampiaskan emosi dengan menulis atau menggambar apapun. Buku-buku tulisku saat sekolah penuh tulisan-tulisan pelampiasan emosi, bahkan meja dan tembok juga. Yah singkat cerita aku cinderung memiliki kepribadian introvert. Disisi lain aku sering merasakan sakit-sakit yang gak jelas, seperti gampang muntah, sakit leher, bahkan dulu juga pernah sakit paru-paru.
Tapi seiring berjalannya waktu aku menyadari bahwa semua itu karena aku biasa memendam emosi, kadang aku merasa aneh karena introvertku tapi kadang merasa beruntung karena aku biasa semacam dialog dengan diri sendiri, jujur pada diri sendiri, berusaha mencerna hal-hal yang selama ini bikin jengkel atau emosi. Sekarang sih mending sudah gak lagi sakit leher dan sekitarnya.
Dan ceritanya jelang lebaran 2016 aku sempat ngobrol dengan masku, gak tau bagaimana awalnya tapi obrolan sampai membahas perasaan masa kecil. Dan aku baru tau ternyata masku juga dahulu merasa tertekan, masku dulu masa kecilnya juga sangat jengkel dan emosi tapi ditahan. Aku ingat sih dulu masku sering gak pulang ke rumah. Dan soal penyakit, dulu masku sering vertigo, dll, yang paling parah adalah matanya bermasalah, sudah mencoba berbagai macam pengobatan tapi gak bisa. Dan masku cerita saat terapi yang nerapi bilang itu semua karena kejengkelan atau emosi yang dipendam kepada orangtua. Dan sepertinya masku juga sudah menyadari efek memendam emosi itu, sekarang sih vertigo sudah enggak, tapi kalo mata masih bermasalah.
Jadi dari apa yang terjadi antara aku dan masku itu, sama-sama memendam emosi tapi efeknya bisa berbeda. Aku cenderung introvert dengan sakit-sakit gak jelas yang sempat aku rasakan, sementara masku cenderung ekstrovert dengan sakit-sakit yang jelas seperti vertigo dan yang parah adalah matanya.
Ya mau gimana lagi, semua sudah terjadi. Jaman masih kecil mana tau soal dampak memendam emosi, seolah semua mengalir begitu saja. Tapi beruntung ada kesempatan untuk menyadarinya.
Jadi buat yang hari ini masih jengkelan atau memendam emosi entah pada orangtua, pasangan (suami/istri), teman, bos dan sekitarnya semoga lekas menyadarinya karena jika diterus-terusin bakalan ada bonus-bonus penyakit tak terduga yang muncul.
Mungkin ada yang engggak percaya 'masak iya sih jengkel pada orangtua bisa jadi penyakit?', yah percaya gak percaya kalau aku sih percaya. Aku yang suka diam, sering dialog dengan diri sendiri, dan aku selalu yakin bahwa semua yang terjadi apapun itu saling berhubungan. Intinya kalau hal baik pasti kedepannya melahirkan hasil-hasil yang baik, begitu juga sebaliknya hal buruk akan diikuti hal-hal yang buruk pula. Aku memang tak sempurna karena masalah-masalah yang bagi orang lain mungkin sepele tapi buatku berat seperti 'rasa jengkelan' yang sering menghampiri itu, tapi sebisa mungkin untuk meredam itu semua karena takutnya itu semua jadi biang penyakit gitu.
Salam Malu-malu,
dr Pojokan
0 komentar:
Posting Komentar